Senin, 10 November 2014

Pendidikan Seks untuk Anak Sejak Dini, Perlu atau Tabu?


Pendidikan seks untuk anak sejak dini, dipandang tabu oleh sebagian masyarakat. Alasan untuk tidak mengajarkan pendidikan seks untuk anak sejak dini pun bermacam-macam, dari mulai bahwa hal tersebut tidak perlu dipelajari karena anak akan mengerti dengan sendirinya sampai bahwa pendidikan seks adalah pendidikan ala barat yang menimbulkan dampak negative bagi anak. Hal tersebut mengakibatkan pertanyaan-pertanyaan seputar seks yang diajukan oleh anak seperti “Aku berasal dari mana?” tidak terjawab, dan lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan bahwa hal tersebut belum waktunya untuk dipelajari. Padahal sekarang banyak sekali terjadi fenomena-fenomena tentang kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur yang begitu meresahkan masyarakat.
Hasil survey dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa 60 persen remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks sebelum menikah dan angka itu bertambah setiap tahunnya. Angka yang cukup memprihatinkan terutama untuk negeri kita yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ahklak dan moral Mengapa mereka bisa melakukan seks sebelum menikah? Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pendidikan seks kepada anak dan remaja, sehingga mereka mencari-cari informasi seputar seks dari luar, apalagi sekarang media informasi seperti internet sangat mudah sekali diakses, jika informasi yang didapat anak adalah informasi negative, maka tentu akan berdampak negative pula terhadap anak.
Untuk membahas masalah seks pada anak, memang bukanlah perkara yang mudah, apalagi yang ada dalam pikiran  orang tua ketika mendengar “pendidikan seks pada anak” adalah mengajarkan anak untuk melakukan hubungan seksual. Sehingga orang tua enggan untuk mengajarkannya, dan memilih untuk menyerahkan semua pendidikan termasuk pendidikan seks kepada sekolah, padahal yang berkewajiban untuk mendidik anak adalah orang tua. Sekolah hanyalah pelengkap dalam memberikan informasi kepada anak.  Lalu kapan pendidikan seks perlu diajarkan kepada anak? Apakah orang tua harus menunggu anak memasuki masa remaja?
Menurut Clara Kriswanto, seorang konsultan psikolog, mengingatkan bahwa pendidikan seks untuk anak harus dimulai sejak dini, bahkan sejak sampai usia 0-5 tahun, dan  proses ini akan berlangsung hingga anak mencapai tahap remaja akhir. Mengapa hal tersebut penting? Pendidikan seks yang ditanamkan sejak dini akan mempermudah anak dalam mengembangkan harga diri anak, dan penerimaan diri yang positif. Disini peran orang tua sangatlah penting, karena orang tua yang paling mengenal kebutuhan anak, paling tahu perkembangan diri anak, serta memberi pendidikan seks secara alamiah sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Berikut ini adalah penjelasan cara-cara memberikan pendidikan seks kepada anak-anak :
Ø  Ajak anak untuk mengenali bagian tubuhnya, mulailah dengan mengenalkan alat kelaminnya dengan benar sesuai dengan nama sebenarnya. Usahakan jangan menggunakan kata lain ataujulukan untuk menyebut anak kelamin, karena hal terbeut akan mengakibatkan kebingungan pada anak. Jangan lupa untuk menjelaskan fungsi setiap bagian dengan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh anak. Katakan bahwa tubuhnya adalah karunia yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik.
Ø  Bangun kebiasaan positif. Misalnya tidak berganti baju di tempat terbuka, tidak pipis di sembarang tempat, dll.
Ø  Tanamkan pentingnya menjaga organ tubuh tertentu, seperti alat vital, dari sentuhan orang lain, disertai dengan penjelasan sederhana yang bisa ditermina dan dimengerti dengan baik oleh anak.
Ø  Biasakan anak berpakaian sesuai dengan identitas kelaminnya sejak dini. Banyak kelalaian orang tua mengenai hal ini. Mereka membuat anak perempuan menjadi tomboy dan anak laki-laki menjadi feminis. Dalam kondisi ekstrem anak bahkan bisa mengalami kebingungan identitas seksual.
Ø  Pada usia balita, kadang anak memegang-megang alat kelaminnya. Agar anak tidak terus-menerus melakukan kebiasaan itu, alihkan tangan anak untuk melakukan aktivitas lain yang lebih bermanfaat seperti melipat kertas, memainkan tali dan akan menyibukkan dan melatih tangannya. Lakukan dengan lembut dan pada saat yang tepat. Beri pengertian untuk tidak menyentuh alat kelaminnya kecuali ada keperluan seperti mau pipis, atau ada keluhan sakit. Jika anak bertanya kenapa tidak boleh melakukannya, saatnya untuk dijelaskan tentang sopan santun tentang bagian tubuh yang wajar untuk dilihat dan dipegang.
Ø  Pada usia 3 tahun, adalah waktu yang tepat untuk menanamkan kebiasaan pada anak untuk aktivitas buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya. Anak diajari untuk tahu dimana dan dengan siapa ia harus meminta tolong bmelakukan aktivitas tersebut. Beritahukan pada anak, siapa saja orang yang boleh menolongnya.
Ø  Sampaikan pada anak bahwa tidak boleh ada orang lain yang memegang bagian tubuh tertentu, termasuk alat kelamin.
Ø  Pada usia 2-3 tahun anak mulai bertanya darimana bayi berasal. Tapi pada tahap ini anak belum mengerti  mengenai detail dari alat reproduksi tersebut, sehingga jawablah sesuai  dengan usia mereka saja seperti, “ ibu memiliki rahim di dalam perut ibu, dan di dalam rahim ibu itulah, kamu hidup dan membesar hingga akhirnya siap untuk dilahirkan ke dunia.”


      

0 komentar:

Posting Komentar