Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Agung Damar Sasongko mengatakan pemerintah Jepang melalui lembaga penanganan hak cipta dan royalti di negara itu membayar royalti lagu Bengawan Solo karya Gesang Martohartono.
“Royalti untuk lagu Bengawan Solo Rp 80-100 juta per tahun,”
kata Agung dalam diskusi yang diselenggarakan Intellectual Property
Rights Watch di Restoran Kembang Goela, Setiabudi, Jakarta Selatan,
Jumat, 19 Desember 2014.
Meskipun Jepang membayar royalti, Agung menegaskan, tidak berarti lagu Bengawan Solo boleh diklaim sebagai milik Jepang. “Mereka hanya membayar royalti,” ujar Agung.
Agung menjelaskan, lagu Bengawan Solo diminati di Jepang karena bangsa Jepang menyenangi lagu bertema alam. Lagu lain yang bertema alam yang juga populer di Negeri Sakura adalah Berita Kepada Kawan karya Ebiet G. Ade. “Jepang kemudian menerjemahkan lagu-lagu ke dalam bahasa Jepang,” ucapnya.
Menurut Agung, pemerintah Indonesia telah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif yang memiliki tugas dan fungsi menangani masalah yang berkaitan dengan pengurusan hak cipta dan royalti. Namun justru lembaga serupa di negara lain yang lebih peduli pada pemberian penghargaan terhadap hasil karya musik dan lagu dari Indonesia. “Kenapa bukan oleh LMK nasional?” tutur Agung.
Keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 September 2014. Dalam beleid itu disebutkan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
Copas From:http://japanesestation.com
0 komentar:
Posting Komentar