Kamis, 09 Oktober 2014

Pengalaman Pertama LDR (Long Distance Relarionship)


Dulu enggak ngerti, kenapa orang-orang selalu pada galau dan alergi yang namanya LDR. Karena ketika kali gue hubungan sama cowok. Tepatnya setelah SMA (telat puber)., yang kutahu ya hubungan jarak jauh. Jadi gue dulu malah heran kenapa ada orang yang enggak LDRan. Dan kenapa orang selalu mengeluh kalau LDR an. Tapi setelah gue bener-bener ngerasain jatuh cinta, gue baru tahu betapa beratnya hubungan jarak jauh itu T_T

Hari Senin tanggal 30 oktober 2014, itu pertama kalinya gue jauh sama ‘sahabat’ (a.k.a pacar) gue dalam waktu yang agak lama. Senimanku itu harus pergi magang ke salah satu studio di Bandung selama dua bulan. Sebenarnya jarak gue ama ‘sahabat’ gue itu memang sudah agak jauh, tepatnya beda kabupaten. Dia di Bantul dan Gue di Sleman karena kita berdua beda universitas. Intensitas bertemu kami pun cenderung jarang, seringnya kami bertemu sebulan sekali, kalau dia ada waktu dan enggak sibuk. Dia harus menyebrangi bantul untuk pergi ke sleman untuk nemuin gue, karena gue saat itu belum punya motor. Ya gue pikir gue bakal enggak ngerasain apa-apa ketika gue sama dia nanti LDR an, karena memang pada dasarnya kita sudah LDR an walaupun jaraknya enggak jauh.

Tapi ternyata dugaan gue salah, sebulan sebelum ‘sahabat’ gue ke Bandung, motor gue dateng, dan gue jadi agak sering ketemuan sama dia. Walhasil ketika dia pergi pamit ke Bandung. Gue tiba-tiba galau. Gue udah ngerasa kehilangan bahkan sebelum dia pergi ke Bandung. Ya ternyata memang berat, bukan soal “tiap hari kita bisa sms an” atau “masih bisa berhubungan” tapi namanya jarak itu memang membuat berbeda. Entah beda dari segi mananya.

Dua bulan sebelum keberangkatannya, dia memang udah ngomong ke gue kalok mau magang. Tapi karena informasinya belum jelas, dia mengatakan bahwa waktu magang minimal selama 6 bulan dan tempatnya di Batam, saat itu yang gue rasain enggak karu-karuan. dan perasaan enggak karu-karuan itu berhasil buat gue nangis di depannya untuk pertama kalinya. Dia panik bagaimana cara menghentikan tangis gue yang makin deres, gue tau kalok dia panik. Tapi diem aja :D, alih-alih mengatakan kata-kata yang menghibur, gue malah dibilangin sambil setengah membentak bercampur bingung “ udah...enggak boleh kayak gitu”  katanya, berkali-kali selama gue nangis. Wuu dasar tuh orang, emang keran bisa berhenti gitu aja :P. Tapi justru kata-kata itu yang bikin gue terngingang—ngiang, dan selalu bikin tersenyum pas inget-inget lagi.

Hari dimana gue mengantarkannya di stasiun lempuyangan, muka gue udah enggak bisa kompromi untuk diajak senyum. Sambil memandangi wajah ‘sahabat’ ku itu dengan muka melas gue berkali kali bilang “Jangan lama-lama, kabari lho” berkali-kali, mungkin sampai dia bosan denger gue bilang gitu. Dan sama dia dibalas dengan kata “iya” dan “Mukanya jangan cemberut gitu, enggak boleh. Pas nanti aku berangkat harus senyum lho” katanya. Iya ‘sahabatku’ itu memang tidak pandai berbicara, dia enggak pandai menenangkan hati gadisnya yang gelisah, tapi setiap katanya selalu berhasil membuatku percaya. Dan aku tahu maksud dibalik perkataannya. Mungkin dia juga menyimpan beban yang gak gue rasain, dia pengen banget menghibur gue tapi itu kata-kata yang keluar dari mulutnya, dan aku tersenyum mendengar kata-katanya itu. tersenyum kenapa dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata manis secara langsung bahkan saat kita akan berpisah untuk waktu yang cukup lama. “Dasar”

0 komentar:

Posting Komentar