Dulu
enggak ngerti, kenapa orang-orang selalu pada galau dan alergi yang namanya
LDR. Karena ketika kali gue hubungan sama cowok. Tepatnya setelah SMA (telat
puber)., yang kutahu ya hubungan jarak jauh. Jadi gue dulu malah heran kenapa
ada orang yang enggak LDRan. Dan kenapa orang selalu mengeluh kalau LDR an.
Tapi setelah gue bener-bener ngerasain jatuh cinta, gue baru tahu betapa
beratnya hubungan jarak jauh itu T_T
Hari
Senin tanggal 30 oktober 2014, itu pertama kalinya gue jauh sama ‘sahabat’
(a.k.a pacar) gue dalam waktu yang agak lama. Senimanku itu harus pergi magang
ke salah satu studio di Bandung selama dua bulan. Sebenarnya jarak gue ama
‘sahabat’ gue itu memang sudah agak jauh, tepatnya beda kabupaten. Dia di
Bantul dan Gue di Sleman karena kita berdua beda universitas. Intensitas
bertemu kami pun cenderung jarang, seringnya kami bertemu sebulan sekali, kalau
dia ada waktu dan enggak sibuk. Dia harus menyebrangi bantul untuk pergi ke
sleman untuk nemuin gue, karena gue saat itu belum punya motor. Ya gue pikir
gue bakal enggak ngerasain apa-apa ketika gue sama dia nanti LDR an, karena
memang pada dasarnya kita sudah LDR an walaupun jaraknya enggak jauh.
Tapi
ternyata dugaan gue salah, sebulan sebelum ‘sahabat’ gue ke Bandung, motor gue
dateng, dan gue jadi agak sering ketemuan sama dia. Walhasil ketika dia pergi
pamit ke Bandung. Gue tiba-tiba galau. Gue udah ngerasa kehilangan bahkan
sebelum dia pergi ke Bandung. Ya ternyata memang berat, bukan soal “tiap hari
kita bisa sms an” atau “masih bisa berhubungan” tapi namanya jarak itu memang
membuat berbeda. Entah beda dari segi mananya.
Dua
bulan sebelum keberangkatannya, dia memang udah ngomong ke gue kalok mau
magang. Tapi karena informasinya belum jelas, dia mengatakan bahwa waktu magang
minimal selama 6 bulan dan tempatnya di Batam, saat itu yang gue rasain enggak
karu-karuan. dan perasaan enggak karu-karuan itu berhasil buat gue nangis di
depannya untuk pertama kalinya. Dia panik bagaimana cara menghentikan tangis
gue yang makin deres, gue tau kalok dia panik. Tapi diem aja :D, alih-alih
mengatakan kata-kata yang menghibur, gue malah dibilangin sambil setengah
membentak bercampur bingung “ udah...enggak boleh kayak gitu” katanya, berkali-kali selama gue nangis. Wuu
dasar tuh orang, emang keran bisa berhenti gitu aja :P. Tapi justru kata-kata
itu yang bikin gue terngingang—ngiang, dan selalu bikin tersenyum pas
inget-inget lagi.
Hari
dimana gue mengantarkannya di stasiun lempuyangan, muka gue udah enggak bisa
kompromi untuk diajak senyum. Sambil memandangi wajah ‘sahabat’ ku itu dengan
muka melas gue berkali kali bilang “Jangan lama-lama, kabari lho” berkali-kali,
mungkin sampai dia bosan denger gue bilang gitu. Dan sama dia dibalas dengan
kata “iya” dan “Mukanya jangan cemberut gitu, enggak boleh. Pas nanti aku
berangkat harus senyum lho” katanya. Iya ‘sahabatku’ itu memang tidak pandai
berbicara, dia enggak pandai menenangkan hati gadisnya yang gelisah, tapi
setiap katanya selalu berhasil membuatku percaya. Dan aku tahu maksud dibalik
perkataannya. Mungkin dia juga menyimpan beban yang gak gue rasain, dia pengen
banget menghibur gue tapi itu kata-kata yang keluar dari mulutnya, dan aku
tersenyum mendengar kata-katanya itu. tersenyum kenapa dia tidak bisa
mengeluarkan kata-kata manis secara langsung bahkan saat kita akan berpisah
untuk waktu yang cukup lama. “Dasar”
0 komentar:
Posting Komentar